Sampaikan Catatan, Riyono Sambut Baik Kerja Sama Bilateral Ekonomi Indonesia-China
PARLEMENTARIA, Jakarta - Belum lama ini, Presiden RI Prabowo Subianto melakukan lawatan ke China dan menghasilkan kerja sama bilateral Ekonomi Biru (Blue Economy) dengan negeri Tirai Bambu tersebut. Menanggapi itu, Anggota Komisi IV DPR RI Riyono menyambut baik hal itu. Menurutnya, kerja sama tersebut bisa menjadi prospek kebangkitan ekonomi dari sektor maritim. Pasalnya, kerja sama Blue Economy meliputi perikanan tangkap, budidaya, pengolahan, biofarmasi, pelabuhan ikan, industri perkapalan dan tentu teknologi perikanan kelautan.
“Kerja sama blue economy ini bagus untuk mengoptimalkan potensi perikanan kelautan Indonesia. Nilainya bisa Rp2000 Triliun lebih sektor kelautan perikanan jika dioptimalkan betul,” kata Riyono dalam keterangannya kepada media, di Jakarta, Selasa (12/11/2024).
Menurutnya potensi tersebut seperti perikanan tangkap di Natuna sekitar 740.000 ton. Menurutnya, hasil perikanan tersebut siap dieksploitasi untuk kepentingan kesejahteraan nelayan dan bangsa Indonesia. Meski demikian, ia menekankan agar prinsip kerja sama tersebut harus win win solution dan berkeadilan bagi Indonesia.
“Apa syaratnya? Pertama, China tidak boleh melanggar berbagai ketentuan hukum laut Internasional yang dimiliki oleh Indonesia, salah satunya terkait nine dash line,” jelas Politisi Fraksi PKS ini.
Kedua, lanjutnya, kerja sama tersebut menurutnya perlu ada investasi yang menguntungkan bagi Indonesia. Misalnya, membangun pabrik di sentra perikanan tangkap yang dikelola, kerja sama dengan nelayan atau koperasi dan BUMN untuk kepentingan nasional.
Adapun syarat terakhir, ia berharap kerja sama tersebut dapat fokus kepada pendampingan nelayan dan masyarakat pesisir melalui teknologi perikanan tangkap sehingga mampu menghasilkan kesejahteraan bagi nelayan lokal.
Maka dari itu, blue economy perlu mensyaratkan adanya kesejahteraan yang berkelanjutan, sehingga sektor perikanan dan kelautan Indonesia bisa menjadi pengungkit ekonomi nasional yang ditarget 8 persen.
“Jika tiga syarat di atas bisa dipenuhi oleh China maka kerja sama ini bisa dilanjutkan, namun jika China mau memaksakan kepentingannya di Laut Natuna Utara dengan konsep Nine Dash Line, saran saya batalkan saja,” tutupnya. (hal/rdn)